Amsterdam by DOMINIK PHOTOGRAPHY

Fotoshoot pertama khusus dengan lensa tua & lensa manual fokus

 

Sebagai fotografer komersial di Bali, sebagian proyek saya adalah prewedding shoot.

Pulau Bali memang sangat terkenal atas keindahan alam dan sebagai pusat pariwisata di Indonesia. Tidak mengherankan banyak pasangan datang ke Bali untuk mendapatkan foto preweddnya.

Sehingga ratusan pasangan dari seluruh dunia, terutama Asia, mengunjungi Bali setiap minggu untuk berfotoan.

Kebanyakan fotografer wedding di Bali membuat foto foto yang sama di lokasi yang sama. Jadi hasil fotonya lumayan bosan dan mudah ditiru.

Tau ‘kan, fotoshoot yang macam… “Lihat kesini!”, “Senyum!”, “Ayo pelukan dong!”

Metode saya beda.

Gaya yang saya pakai adalah ‘Slow Fotografi’. Dengan demikian saya dapat menghasilkan foto yang unik.

Oleh karenanya saya memakai lensa manual dan lensa tua.

Mari kita lihat beberapa foto yang kupotret dengan lensa tua.

 

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Lens flare bukan Photoshop namun hasil dari lensa Helios 40

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Sama HELIOS 40 | 85 mm / f1.5

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

‘Swirly’ bokeh: Helios 44-2

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Satu lagi dengan sinaran, hasil Helios 40 | Benar menakjubkan bagi pecinta lens-flare

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Si Helios 85 mm / f 1.5 juga cocok klo sudah sore-sorean dan kurang available light

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Swirly bokeh… 😉

Siapa bilang kuda tua tidak bisa belajar hal baru?

 

Selama 15 tahun sebagai fotografer wedding di Bali, saya hampir selalu memakai kamera DSLR Canon dan lensa modern dengan autofokus. Biasanya Canon L glass dan beberapa lensa Tamron dan Sigma.

Autofokus nya di lensa-lensa modern memang berkerja dengan sempurna. Gak ada keluhan.

Lensa auto-fokus selalu memfokus dengan tepat. Itulah pengalaman saya selama hampir 500 proyek wedding dan pre-wedding.

Maka saya tidak pernah berpikir untuk berfokus manual.

Namun pada tahun 2016, saya membeli kamera mirrorless pertamaku dan juga lensa manual tanpa autofokus.

Pada awalnya, memakai lensa tanpa autofokus lumayan sulit bagi saya.

Tapi tak lama sampai saya jadi terbiasa mengset fokus secara manual. Dan sangat dibantu dengan fitur-fitur seperti focus peaking dan magnification.

Sudah sejak sekitar setahun saya mulai menggunakan lensa manual di samping yang autofokus dalam proyek wedding juga.

Pertamanya saya ragu, karena di wedding semua terjadi dengan cepat dan saya takut ada momen yang terlewat karena saya terlalu pelan.

Ngapain cari repot dengan berfokus manual? Emang penting?

Namun dengan makin banyak pengalaman dengan lensa tua maka saya menjadi mahir berfokus manual. Cepat pula.

Lihat foto lagi yuk?

 

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Dengan 35 mm bisa dapat juga blur yang lumayan. Kerlee 35 mm / f 1.2

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Memang unik Si Helios 44-2

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Bokeh gila2an Si Helios 85/1.5

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Satu lagi dengan Si ‘bokeh-monster’

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Sangat cocok juga tuk B&W – rasa vintage memuaskan bangat

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

missed focus dikit – tapi gak apa2

VINTAGE LENS PHOTOGRAPHY BALI

Sigma 20mm / f 1.8 – jadi nya circular lens flare

 

Untuk proyek ini, saya memutuskan untuk hanya menggunakan lensa tua tanpa autofokus saja.

Sebenarnya, dua dari 4 lensa yang kupakai tidak sepenuhnya lensa tua.

Salah satunya adalah Kerlee 35mm / f1.2 yang baru, tapi manual fokus.

Sedangkan Sigma 20mm / f 1.8. sebenarnya lensa autofokus, tapi dengan saya memasang adapter EF/NEX menjadi auto-fokus hilang. Jadinya lensa ini manual juga.

Lensa yang paling sering dipakai adalah merek Helios. Yang pertama 85mm / f1.5 dan satu lagi adalah 58mm / f2.0. Keduanya dipasang pada kamera SONY a7 rII. Keduanya lensa tua ‘benaran’ – produksinya di Uni Soviet dulu.

Terutama Helios 85mm / f 1.5 saya doyan banget. Ia mungkin lebih tua daripada saya! Produksinya tahun 1960an.

Gimana hasilnya?

Ayo, lihat foto lagi. Setelahnya saya akan memberikan kesimpulan saya.

 

Aq lagi ‘bertempur’…

dan ini hasil nya

Satu lagi boleh ‘kan

Si Helios 44-2 dan Helios 40-2 memang sempurna untuk vintage look.

 

Saya gak akan bercerita dengan panjang lebar tentang efek bokeh indah lensa ini. Sudah banyak fotografer lain yang telah memuji bokeh ini…

 

Yang jelas, lensa tua ini cocok untuk ‘vintage look’ tersebut.

 

Bagi saya, tampilan dan suasana foto yang dihasilkan menjadi alasan saya untuk pakai lensa tua.

Jika anda ingin memakai lensa seperti ini dalam proyek komersial, anda akan menghadapi beberapa tantangan. Terutama secara praktis.

 

Si 44-2, mudah digunakan. Sama sekali tidak bermasalah.

 

Lensa 40-2, lebih rumit daripada 44-2. Lensa 40-2 agak aneh dan terkadang ribet. Bahkan saya sering meleset fokus dengan lensa ini…

 

Saya juga dapat kesimpulan bahwa, semakin panjang focal length dari lensa manual, semakin susah mendapatkan fokus yang tepat.

 

Dengan, lensa 44-2 saya yakin bahwa dalam 90% foto saya, fokusnya sempurna. Namun dengan lensa 85mm, terutama pada saat membuka aperature maksimal, saya masih sering salah fokus.

 

Saya suka memotret ke arah sumber cahaya, untuk mendapatkan efek lens flare. Mengambil foto pada siang hari ke arah cahaya memang sulit. Coba aja sendiri, pasti anda akan mengerti kenapa saya bilang begitu.

 

Biasanya saya menggunakan kedua lensa Helios dengan membuka aperture maksimal.

 

Karena cahaya matahari di Bali sangat kuat, maka ada kesulitan. Meskipun setting ISO:50 dan kecepatan shutternya sudah maksimal (1/8000), fotonya masih bisa overekspos.

 

Ya aku udah tau…. Beli ND aja. Percayalah, udahku order.

 

 

 

Post pro dengan film-look

 

Dalam post pro saya hanya menggunakan Adobe Lightroom. Saya hanya menggunakan tiga ‘preset dasar’.

Pasti anda bertanya, preset apa yang saya pakai? Sebenarnya saya tidak pakai preset untuk segala parameter yang dapat diedit.

Begini: Sebagai langkah pertama, saya menerapkan setiap foto dengan preset tertentu, berikutnya saya atur settingan sesuai seleraku.

Setting yang paling signifikan adalah white balance.

Saya juga suka pakai split toning dan modul H-S-L di Lightroom.

Mengatur kontras untuk setiap foto penting juga. Begitupula slider Black Point untuk lebih menyesuaikan setting kontras.

Dengan kata lain saya menyesuaikan parameter tersebut untuk setiap foto. Oleh sebab itu saya menganggap metode ku bukan sekedar terapkan suatu preset.

Cukup ah. Mari lihat foto lagi:

 

Slow Photography Bali

Helio 85 mm

Slow Photography Bali

Helios 58 mm – cocok juga tuk foto ‘biasa’

Slow Photography Bali

Helios 85 mm / f 1.5 dengan kekuatan utamanya – lens flare

Slow Photography Bali

85 Helios – bokeh halus seperti sutera…

Slow Photography Bali

blur background nya jadi enak banget.

 

 

Saya harap bahwa cerita tentang pengalaman saya dengan lensa tua dan manual fokus, terutama para Helios – 40-2 dan 44-2 menarik untuk kalian.

Bagaimana pengalaman anda dengan lensa tua?

Pernahkah kalian pakai untuk pekerjaan? Ayo komen dibawah.

 

Om Swastiastu – DOMINIK

PS: Semua foto ini saya membuat dibawa bendera: MICHELLE PASTEL PHOTOGRAPHY

Silahkan lihat juga:

Fotografi dengan lensa modif HELIOS 44-2 dari BALI

Pada artikel ini saya ceritakan mengenai petualangan saya dengan lensa modif Helios 44-2 serta menunjukan beberapa foto dari Bali.

Ogoh Ogoh di Bali

Pada artikle ini anda bisa melihat keindahan dari tradisi Ogoh-Ogoh di Bali (ma’af textnya masih Bh. Inggris).

graffiti & Street art

SOLO dengan grafiti menjadi satu pusat street-art di Indonesia. Para seniman menciptakan berbagai murals yang beranekaragam dan sangat bagus dipandang. Silakan lihat sendiri.

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This